Perumahan kayana 2 bekasi | kayana 2 residence | perumahan kayana 2

Kabar Gembira Buat kamu yang ga sengaja kunjungi Blog ini !!!

jarang-jarang kamu bisa nemuin Harga SOUVENIR se Murah ini..

karena ini kami buat sengaja buat kamu yang ga sengaja berkunjung ke Blog kami dengan ulasan kami selain dari ulasan souvenir

Nah buat kamu yang tertarik dengan Harga-harga souvenir kami, bisa langsung hubungi whatsapp kami di 081296650889 atau 081382658900

caranya screenshoot atau sertakan link url souvenir yang kamu minati pada blog ini, kirimkan kepada kami di nomer yang sudah tertera dia atas

tanpa screenshoot atau link blog kami, kemungkinan kami akan memberikan harga jual yang ada pada toko kami yang cenderung lebih tinggi tentunya

Rabu, 13 Juli 2016

 ini topik ramenya ahad kemudian sih tapi ya masa lebaran ngomong topik serius #SassyThursday: Kekerasan pada Anak

Makara yah, ini topik ramenya ahad kemudian sih tapi ya masa lebaran ngomong topik serius. Makara topik ini digeser ke ahad ini deh. Yes, ihwal si anak yang dicubit gurunya dan gurunya dipolisikan.

Baca punya Nahla di sini:

Ini topik jadi besar banget dan kebagi jadi 2 kubu:

1. Orang-orang yang kecilnya "disiksa" guru dan menganggap si anak cemen serta orangtua nggak tau diri lantaran anaknya badung dan cuma dicubit doang kok lapor polisi.

2. Orang-orang yang mementahkan opini orang pertama dan menyuruh untuk berhenti bernostalgia lantaran bagaimana pun kekerasan sekecil apapun dalam pendidikan itu tidak bisa dibenarkan.

Well, membaca pendapat orang-orang, baca pendapat para praktisi pendidikan dengan data ini itu, apa yang terjadi di negara lain, bla bla bla, saya jadi mikir panjang ternyata saya nggak sepenuhnya termasuk kedua jenis orang itu.

Poin pertama. Saya dan suami tidak dibesarkan dalam kekerasan sekecil apapun. Dicubit pernah nggak ya, dicubit gemes mungkin ya. :| Makara saya tidak punya pengalaman dieksekusi guru atau orangtua lewat cara kekerasan. Tidak ada unsur "nostalgia" atau apa.

Poin kedua. Saya baiklah bahwa kekerasan dalam pendidikan, oleh guru dan orangtua itu seharusnya tidak terjadi. Tapi di sisi lain, melihat kondisi masyarakat Indonesia, kekerasan itu masih sangat mungkin terjadi dan akan jadi peer sangat besar bagi banyak sekali pihak.

(Baca: Hal-hal penting yang jadi tujuan ketika saya membesarkan anak saya)

Pemerintah harus menciptakan regulasi terang menyerupai apa bentuk hukuman yang sesuai untuk anak dengan banyak sekali level "kebandelannya". Juga seleksi guru, apa kriterianya? Perlu tes psikologi nggak sih untuk jadi guru di sekolah negeri? Dan orangtua, jangan menyerahkan 100% pendidikan anak pada guru dong.

Kaya anak itu, orangtuanya tau nggak jikalau ia di usia itu sudah merokok. Bok, anak kuliahan ngerokok mah udah sampaumur ya, anak Sekolah Menengah Pertama ngerokok apa namanya jikalau bukan ingin keliatan keren dan cari perhatian? Kemana orangtuanya selama ini? Itu yang bikin saya gemes. Sampai guru berani mencubit anak orang lain, buat saya si anak mungkin sudah keterlaluan sekali. Malah mungkin bukan cuma sekali ia membandel.

Dan yah, jikalau anak dimarahi guru di sekolah apalagi hingga dicubit, tanya lah kesalahan anak apa. Kalau anaknya salah, ya kasih tahu anaknya semoga nggak berbuat hal serupa. Kalau si guru malah dilaporkan ke polisi kok rasanya nggak jauh beda ya dengan anak pejabat yang nggak dipenjara padahal nabrak orang hingga mati? Sama-sama anak salah dan dilindungi orangtua kan?

Kaya teman saya waktu SMA, cowok, badung sih nggak, tapi nyebelin. Suka nyontek, berisik jikalau di kelas, dan suka nimpal-nimpalin guru. Nyebelin lah pokoknya, ngetes kadar kesabaran guru banget.

Sampai suatu hari, guru favorit belum dewasa lantaran masih muda, suka gundam, bassist grup musik sekolah, murka sama ia lantaran ia berisik, ia disuruh maju ke depan, nggak ngomong apa-apa tapi kerah baju temen saya itu diangkat gitu keras banget hingga semua kancing copot berjatuh-jatuhan. Kelas damai hingga setahun ke depan.

Apa lantaran kami takut? Ya, tapi itu sekaligus jadi dampak jera. Bukan takut diangkat kerahnya, tapi pengingat jikalau guru itu juga punya batas kesabaran dan kita nggak perlu ngetes-ngetes itu.

Gini, ada level orang yang bisa tetap bersuara lembut senyebelin apapun anaknya. Ada yang mampunya hanya meninggikan suara. Ada yang sama sekali tidak bisa bicara lembut dan tidak bisa meninggikan bunyi karenanya mereka kabur dulu menyendiri jikalau sebel sama anak. Ada yang tidak suka menyerupai itu kemudian jadi nyubit si anak. Ada yang selalu memendam semua emosi, pas keluar tau-tau nonjok orang.

Gimana dong, orang kan beda-beda. Dan segala macam jenis orang ini bisa saja jadi guru dan orangtua.

*tarik napas panjang*

Saya tidak sepenuhnya baiklah juga untuk teori "anak yang kena kekerasan ketika kecil kemungkinan akan melaksanakan kekerasan juga pada anaknya". Coba bercermin pada diri sendiri deh. Lihat orang-orang di sekeliling kita.

Generasi kita, generasi Y yang kini gres pada punya toddler ini, yakni generasi pembelajar yang berguru dari kesalahan orangtua. Kita yakni generasi yang ikut seminar parenting bahkan sebelum anaknya lahir. Kita yakni generasi yang menyadari di mana letak kesalahan parenting orangtua pada diri kita dan memperbaikinya untuk anak kita.

Seperti suami saya yang selalu diatur orangtua dan bertekad tidak akan mengatur-atur anak saya. Seperti teman saya yang ayahnya selalu sibuk di luar rumah dan bertekad akan selalu meluangkan waktu untuk anak. Seperti teman saya yang lain yang dipaksa orangtuanya masuk jurusan tertentu ketika kuliah, kini bertekad akan membantu mencari passion anaknya dan tidak akan memaksa untuk ikut memilih pilihan masa depan si anak.

Seperti kalian para ibu yang besar lengan berkuasa berdebat berbulan-bulan dengan orangtua dan mertua lantaran tahu bahwa cara orangtua dan mertua ngasih pisang ketika si bayi umur 3 hari itu salah. Bahwa menyusui 6 bulan itu tidak merepotkan dan susu formula itu meski mahal juga tetep kalah sama ASI.

Intinya banyak belajar. Usahakan jadi yang pertama dicari anak ketika anak sedang tidak nyaman. Sehingga ia bisa jadi anak manis dan nggak bikin sebel guru di sekolah. Kalau anaknya manis masa guru tiba-tiba nyubit atau mukul, kan nggak mungkin kecuali gurunya mabok atau sakit jiwa.

Dan cari sekolah yang sejalan dengan contoh pendidikan kita di rumah juga penting banget. Juga tampaknya harus state dari awal jikalau kita tidak baiklah kekerasan jadi jikalau hingga terjadi akan begini dan begini. Karena katanya banyak juga kan sekolah yang masih mukul anak pakai penggaris dan orangtuanya merasa tidak persoalan asalkan anak bisa belajar. Makara ya, baik-baik memilih pilihan. Tidak menemukan sekolah (yang mendekati) ideal? Ada opsi homeschooling kan? I always be a pro-choice for almost everything so education is no exception.

(Baca: Tahap-tahap Menyiapkan Dana Pendidikan Anak)


Peer yang terbesar terang di kalangan masyarakat ekonomi rendah. Harus banyak penyuluhan dan sosialisasi pendidikan lantaran kekerasan tampaknya banyak terjadi di kelas ekonomi itu. Meskipun sangsi yah lantaran jikalau perut belum keisi, mana bisa sih mikirin yang lain?

Saya sebelum punya anak selalu galau sama orangtua yang nyiksa bayi atau balitanya. Setelah saya punya bayi saya gres sadar jikalau nyiksa bayi itu mungkin sekali dengan gampang terjadi. Karena bayi itu ngetes kadar kesabaran banget.

Dia bisa nangis berjam-jam tanpa kita tau alasannya. Kalau orangtua dalam kondisi nggak stres, kita bisa berpikir lurus dan memeluk si anak, cari tau kenapa. Kalau orangtuanya stres contohnya lantaran nggak punya pekerjaan tetap, lantaran banyak tanggungan hidup, tangisan bayi cuma tambah bikin stres aja kan. Jadilah si bayi korban.

*

Kalau hingga Bebe jadi korban kekerasan oleh guru? Yang terang tanya alasannya apa, kenapa ia melaksanakan hal itu. Saya juga akan kroscek sama sekolah, apa salah anak saya, bicara dengan gurunya dan meminta penjelasan. Kalau memang salah, saya akan minta ia minta maaf pada si guru dan guru pun harus minta maaf lantaran sudah nyubit.

Ya, tergantung level kekerasan dan level kesalahannya lah. Dan damage effectnya juga.

Panjang yaaa, hingga ngos-ngosan nulisnya. See you next week!

-ast-

0 komentar:

Posting Komentar