Hai! Kembali lagi dengan Monday Techno! Kali ini saya mau membahas ihwal mengapa saya selalu menulis [SPONSORED POST] di atas tulisan yang memang berbayar.
Saya sudah melaksanakan ini semenjak pertama kali blog ini menerima job. Bagi saya, ini hal yang wajib dan saya bahkan tidak pernah berpikir dua kali untuk tidak menulis sponsored post di postingan yang memang berbayar. Kenapa?
Dalam dunia jurnalistik media mainstream, ada etika-etika yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah batas yang terang antara artikel yang berasal dari redaksi dan advertorial. Harus ada batas api atau firewall. Fungsinya ialah semoga pembaca tidak merasa dibohongi.
Coba deh cari di media mana pun di seluruh Indonesia. Kalau media online niscaya punya URL khusus untuk advertorial yang berbeda dengan URL artikel biasa. Font dan layout-nya pun diubah sedikit sehingga tidak nyaru dengan artikel biasa. Dan terang biasanya ada label bertuliskan ADVERTORIAL, INFORIAL, atau apapun yang mengatakan bahwa merk membayar untuk sanggup ditulis di sana.
Di koran atau media cetak juga sama. Biasanya diberi kotak khusus, dibatasi garis tipis untuk membedakan mana advertorial mana bukan. Dan PASTI ada label advertorial dan font yang dibentuk sedikit berbeda. Di dunia jurnalistik ini WAJIB. Kalau hingga ada yang tidak mematuhi, sudah niscaya media abal-abal dan diragukan kredibilitasnya.
(Baca: Standar Rate Card untuk Blogger)
Bagaimana dengan blog?
Kembali pada pemilik blog. Kalau ingin jadi content creator profesional sih berdasarkan saya ini wajib. Saya selalu mencantumkan SPONSORED POST di awal tulisan. Tidak di selesai alasannya ialah saya sering bete sendiri jikalau sudah seru-seru baca tulisannya, eh kecele alasannya ialah di selesai sebut brand, ternyata berbayar toh.
Bisa juga ibarat Nahla, ia mencantumkan Sp. di judul loh bukan di body tulisan. Dan saya tetep beri label adv untuk mempermudah archiving.
Nanti orang jadi nggak baca? Masa sih? Seberapa banyak yang nggak jadi baca? Saya selalu pakai SPONSORED POST dan page viewsnya tidak jauh beda dengan postingan biasa. Durasi membaca juga sama dengan postingan biasa.
Sejauh mana harus diberi label SPONSORED POST?
Buat saya jikalau barangnya tidak kita beli sendiri, wajib ditulis SPONSORED POST. Goodie bag apa wajib direview? Tergantung. Kalau tidak ada request untuk review, ya tidak wajib.
Kan soft selling?
Soft selling beda sama berbohong ya. Apalagi jikalau bentuknya masking ads (atau biasa disebut juga dengan Astrosurfing), di mana kita seakan-akan beli barangnya PADAHAL DIKASIH. Kaya gini:
"Kebetulan banget tadi lewat store A dan ternyata lagi diskon up to 70% loh girls, borong lipstik deh. Makara kini saya mau review lipstiknya blablabla ..."
Padahal dibayar sama merk A. Itu nggak etis. Itu berbohong.
Xiaxue pernah nulis soal ini nih waktu ia ngebuka masalah besar ihwal blogger dan masking ads. Makara ada satu administrasi blogger yang selalu menyuruh bloggernya untuk berbohong ibarat ini. Wuih, rame banget alasannya ialah masking ads ibarat ini illegal di beberapa negara.
source |
Tapi di brief katanya nggak boleh ada goresan pena sponsored atau adv!
Bukan sekali dua kali saya sanggup klien yang memberi brief model begini. Tapi tinggal disampaikan baik-baik jikalau kebijakan blog saya ibarat itu, jikalau tidak sanggup saya lebih baik batal. Ya, saya lebih baik batal sanggup job daripada harus menghilangkan goresan pena SPONSORED POST.
Tapi so far, belum pernah ada klien yang membatalkan kolaborasi hanya alasannya ialah ngotot tidak mau ada goresan pena SPONSORED POST. Mereka juga biasanya mengerti jikalau itu tidak etis.
Nanti blog keliatan isinya iklan semua?
Emang kenapa sih jikalau isinya iklan semua? Hahaha. Asal nulisnya story telling atau tips, goresan pena advertorial itu menarik-menarik aja sih buat saya. Kalau keukeuh nggak mau isinya iklan semua, makanya rajin nulis dong. Makara advertorial beneran cuma selingan aja.
*
Saya memang strict sama hukum ini alasannya ialah selain blogging, jurnalistik memang dunia saya. Saya lima tahun kuliah jurnalistik, hampir 6 tahun kerja di media yang menjunjung tinggi aba-aba etik jurnalistik, dan haram banget lah untuk anak jurnalistik jikalau tidak membedakan mana advertorial mana bukan.
Itu aja. Dan tetep loh ya, semuanya kembali pada pemilik blog masing-masing. Saya nulis ini alasannya ialah ternyata masih ada belum tahu jikalau etikanya ibarat ini, bukan alasannya ialah sengaja tidak mau menulis.
-ast-
0 komentar:
Posting Komentar